Setelah orang prancis dan amerika menguasai alat musik tradisional karawitan, kini ada kabar lagi para pelajar BPGJHS Singapura juga melirik, dan mulai mahir memainkan kesenian musik tradisional karawitan. Dan menurut informasi yag dikumpulkan situs tips wisata murah, ternyata kesenian musik karawitan ini juga sudah masuk dalam kurikulum pelajaran di singapura
Suara bunyi gamelan yang mengalun meninabobokan dari pelajar singapura itu kemarin terdengar di Pendopo Dipokusumo Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah yang dihadiri para pejabat pemerintahan kabupaten purbalingga. karena pertunjukan panggung gamelan tersebut dipamerkan dalam rangka ujud dari keberhasilan "sekolah kembar atau twinning programme" hasil kerja sama antara BPGJHS Singapura dan SMPN 1 Purbalingga.
Jauh hari sebelum pelajar dari Bukit Panjang Government Junior High School (BPGJHS) Singapura ini muncul, kita sudah sering mendengar adanya pertunjukan sinden dari mancanegara unjuk gigi, kita sebut saja Kano Hiromi pesinden dari jepang yang pernah unjuk kebolehan dengan dalang kimanteb sudarsono,atau seperti Elizabeth Karen pesinden dari amerika serikat yang kondang di tanah air. dan masih banyak lagi pengrawit yang berasal dari prancis dan negeri kangguru australia
Ini berita yang sangat menarik dan mengembirakan tentunya. tapi pokok permasalahannya, sudahkan kita memberi payung hukum pada semua kesenian gamelan atau kariwitan tersebut. Karena suudah jadi budaya buruk bagi bangsa ini, yang selalu mengabaikan warisan budaya dan suka merubah tatanan yang sudah mapan,
Kita ambil contoh seperti kasus kesenian tari yang pernah di klaim kepemilikannya oleh malaysia. itu terjadi karena kitanya sendiri yang tidak belajar menghargai budaya warisan leluhur, dan cenderung girang (baca senang) kalau kesenian yang tidak pernah kita hargai itu di hargai oleh orang asing. Ujung-ujungnya nanti kita yang belajar kembali sama orang asing yang sekarang menguasai kesenian indonesia tersebut.. kenapa tidak..? karena saya dengar untuk mahasiswa yang berada di fakultas sastra jawa, untuk meraih gelar doktor harus bersusah payah membuang ratusan dolar ke negeri kincir angin Belanda.. ironis bukan.. Salam Pagar Budaya
No comments:
Post a Comment